Minggu, 08 Januari 2012

PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.
Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.
·                     “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
·                     Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174).
·                     Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar)
Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi
yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru.
Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di Kanada pada tahun 1971. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Belanda dan Denmark, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan monokulturalisme. Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di beberapa negara lain.
Masyarakat Multikulturalisme dan Masalah Silang Budaya
Etnosentrisme secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok sendiri adalah pusat segalanya dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelmok sendiri. Etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya, atau tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa yang lain.
Orang-orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal dari kelompok masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam pengetahuan, pengalaman, maupun komunikasi, sehingga sangat mudah terprofokasi. Perlu pula dipahami bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada pada berbagai keterbatasan tersebut.
Upaya-Upaya Yang Dapat Dilakukan 
Cita-cita reformasi yang sekarang ini nampaknya mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya ada baiknya digulirkan kembali.  Alat penggulir bagi proses-proses reformasi sebaiknya secara model dapat dioperasionalkan dan dimonitor, yaitu mengaktifkan model multikulturalisme untuk meninggalkan masyarakat majemuk dan secara bertahap memasuki masyarakat multikultural Indoneaia.  Sebagai model maka masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau bhinneka tunggal ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal.

Bila pengguliran proses-proses reformasi yang terpusat pada terbentuknya masyarakat multikultural Indonesia itu berhasil maka tahap berikutnya adalah  mengisi struktur-struktur atau pranata-pranata dan organisasi-organisasi sosial yang tercakup dalam masyarakat Indonesia.  Isi dari struktur-struktur atau pranata-pranata sosial tersebut mencakup reformasi dan pembenahan dalam kebudayaan-kebudayaan yang ada, dalam nilai-nilai budaya dan etos, etika, serta pembenahan dalam hukum dan penegakkan hukum bagi keadilan.  Dalam upaya ini harus dipikirkan adanya ruang-ruang fisik dan budaya bagi keanekaragaman kebudayaan yang ada setempat atau pada tingkat lokal maupun pada tingkat nasional dan berbagai corak dinamikanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar